Pengawetan bahan pangan dengan bahan kimia
"Sang Landep"
Saat ini, telah dikembankan suatu alat pengawet dengan menggunakan ozon. Alat ini selain membersihkan pestisida juga mampu menangkal bakteri atau virus yang dilakukan dalam proses pengawetan sayuran dan buah-buahan. Pada dasarnya, setiap makanan dapat terkontaminasi bakteri atau virus setelah melalui proses panjang, mulai dari pemilahan bahan baku, proses pemasakan, penyimpanan, kebersihan tempat pemrosesan, dan transportasi. Namun, proses sterilisasi pada bidang industri pangan umumnya masih berkisar pada pemanfaatan panas atau suhu tinggi, yang dalam beberapa proses pengolahan dapat merusak bahan baku. Telah ditemukan sebuah alat teknologi ozon yang memanfaatkan teknologi ozon pada proses sterilisasi dengan memanfaatkan air yang mengandung ozon. Menurut hasil penelitian, teknologi ozon dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengawet makanan yang aman. Teknologi ini bisa menggantikan formalin yang kerap digunakan pedagang. Teknologi ozon yang dikembangkan menggunakan metode pengolahan sterilisasi dengan menggunakan air berozon. Ozon merupakan spesis aktif dari oksigen yang memiliki oksidasi potensial 2,07 V, lebih tinggi dibandingkan chlorine yang hanya memiliki oksidasi potensial 1,36 V. Dengan oksidasi potensial yang tinggi, ozon dapat dimanfaatkan untuk membunuh bakteri, menghilangkan warna, bau, dan menguraikan senyawa organik. ”Kelebihannya dibandingkan formalin, ozon langsung dapat menjadi oksigen. Tidak ada zat yang tertinggal di makanan,” cetus dia. Alat ini didesain dengan sederhana. Buah-buahan ataupun sayuran dimasukkan ke dalam sebuah kotak kaca lalu disemprot dengan menggunakan air berozon. Lama pencucian cara ini hanya sekitar 15 menit. Setelah pencucian, ozon tersebut akan bereaksi mengawetkan sayur atau buahan seperti tomat selama tiga pekan. Pengawetan ini tidak akan mengubah warna maupun kandungan gizi. Karena, kandungan ozonnya sendiri akan hilang dengan cara penguapan. Karenanya, jika ada minuman berozon maka itu artinya bukan makanan yang mengandung ozon namun minuman itu dibuat dengan menggunakan ozon. Sayangnya, sampai sekarang teknologi ini belum bisa digunakan untuk makanan olahan seperti tahu ataupun baso. Karena, karakter ozon pada makanan olahan akan bereaksi terlebih dahulu dengan olahan tersebut. Sejauh ini, bahan baku yang sudah diujicobakan adalah tomat, paprika, cabe, dan sejumlah jenis sayuran. Alat ini sudah digunakan di perkebunan Lembang dan Pangalengan. Penggunaan teknologi tersebut bisa mengurangi beban biaya produksi. Kini, alat yang digunakan memang masih sangat sederhana. Namun, dalam waktu dekat, desain alat akan diperbesar sehingga bisa digunakan untuk produksi sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang besar. Tempatnya berbentuk memanjang, seperti mesin-mesin di pabrik. Lalu tomat tersebut akan masuk dan disemprot air berozon.
Banyak
bahan kimia yang dapat membunuh mikroba atau mencegah pertumbuhannya, tetapi
sebagian besar bahan-bahan tersebut tidak diijinkan digunakan dalam bahan
pangan dengan alasan mengganggu kesehatan manusia. Beberapa bahan kimia yang
diijinkan dalam jumlah sedikit adalah natrium benzoat, asam sorbat, natrium
atau kalium propionat, etil format, sulfur oksida dll.
Bahan
pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah
rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi,
pengasaman atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet
dalam makanan harus tepat baik jnis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet
mungkin efektif untuk mengawetkan bahan pangan tertentu, tetapi tidak efektif
untuk jenis yang lainnya.
Di Amerika
badan FDA (Food and Drug Administration) mengatur penggunaan bahan kimia untuk
pengawet pangan. Penggunaan bahan kimia sebagai pengawet harus sesuai dengan
peraturan FDA. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengawetan bahan pangan
antara lain penisilin, khlor tetrasiklin, oksi tetrasiklin, bacitrasin dan subtilin.
Di AS khlor tetrasiklin dan oksi tetrasiklin diijinkan FDA untuk pengawet
daging ayam yang belum dimasak. Di AS tidak ada antibiotik yang diijinkan
langsung sebagai bahan pengawet pangan, tetapi antibiotika diijinkan untuk
ditambahkan dalam makanan ternak.
A. Karbokdioksida
Karbondioksida
dapat digunakan sebagai bahan preservatif untuk daging dan produk daging karena
mempunyai pengaruh bakteriostatik dan fungistatik. Karbondioksida menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri anaerobik, ragi dan jamur. Bakteri fakultatif bisa
juga dihambat oleh CO2 sedangkan bakteri asam laktat dan bakteri
anaerobik tidak terpengaruh oleh CO2 . Konsentrasi maksimum yang digunakan adalah
25%.
B. Ozon
Ozon
merupakan substansi bakterisidal untuk mikroorganisme yang terdapat di udara
atau yang terdapat pada cairan. Mikroorganisme aerobik secara relatif lebih tahan terhadap ozon daripada bakteri
fakultatif dan anaerobik. Makin rendah temperatur penyimpanan, makin besar
keefektifan ozon. Ozon sangat toksik karena meningkatkan perkembangan
ransiditas oksidatif seperti sinar ultra violet.
Proses sterilisasi
pangan umumnya masih memanfaatkan panas atau suhu tinggi yang dapat
merusak bahan baku. Apa yang tampak cantik di permukaan belum tentu cantik pula
apa yang ada di dalamnya. Itu mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan
buah-buahan atau sayuran yang tampak segar dengan warnanya yang cerah namun
belum tentu berefek positif terhadap kesehatan. Katakanlah tomat. Buah yang
satu ini selalu tampak terlihat segar dengan warnanya yang oranye kemerahan.
Namun, tomat ini belum tentu aman. Agar tomat selalu bagus petani kerap
menyemprotkan pestisida. Hama yang ditakutkan petani memang tidak bisa merusak
tomat. Namun, sifat pestisida yang tidak bisa dibersihkan oleh air malah akan
menimbulkan efek negatif bagi mereka yang mengonsumsinya. Lalu, bagaimana
mengatasi masalah tersebut? Apa jaminan yang bisa dipegang oleh konsumen buah
dan sayur bahwa makanan yang mereka konsumsi aman dari zat-zat berbahaya
seperti pestisida?
Saat ini, telah dikembankan suatu alat pengawet dengan menggunakan ozon. Alat ini selain membersihkan pestisida juga mampu menangkal bakteri atau virus yang dilakukan dalam proses pengawetan sayuran dan buah-buahan. Pada dasarnya, setiap makanan dapat terkontaminasi bakteri atau virus setelah melalui proses panjang, mulai dari pemilahan bahan baku, proses pemasakan, penyimpanan, kebersihan tempat pemrosesan, dan transportasi. Namun, proses sterilisasi pada bidang industri pangan umumnya masih berkisar pada pemanfaatan panas atau suhu tinggi, yang dalam beberapa proses pengolahan dapat merusak bahan baku. Telah ditemukan sebuah alat teknologi ozon yang memanfaatkan teknologi ozon pada proses sterilisasi dengan memanfaatkan air yang mengandung ozon. Menurut hasil penelitian, teknologi ozon dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengawet makanan yang aman. Teknologi ini bisa menggantikan formalin yang kerap digunakan pedagang. Teknologi ozon yang dikembangkan menggunakan metode pengolahan sterilisasi dengan menggunakan air berozon. Ozon merupakan spesis aktif dari oksigen yang memiliki oksidasi potensial 2,07 V, lebih tinggi dibandingkan chlorine yang hanya memiliki oksidasi potensial 1,36 V. Dengan oksidasi potensial yang tinggi, ozon dapat dimanfaatkan untuk membunuh bakteri, menghilangkan warna, bau, dan menguraikan senyawa organik. ”Kelebihannya dibandingkan formalin, ozon langsung dapat menjadi oksigen. Tidak ada zat yang tertinggal di makanan,” cetus dia. Alat ini didesain dengan sederhana. Buah-buahan ataupun sayuran dimasukkan ke dalam sebuah kotak kaca lalu disemprot dengan menggunakan air berozon. Lama pencucian cara ini hanya sekitar 15 menit. Setelah pencucian, ozon tersebut akan bereaksi mengawetkan sayur atau buahan seperti tomat selama tiga pekan. Pengawetan ini tidak akan mengubah warna maupun kandungan gizi. Karena, kandungan ozonnya sendiri akan hilang dengan cara penguapan. Karenanya, jika ada minuman berozon maka itu artinya bukan makanan yang mengandung ozon namun minuman itu dibuat dengan menggunakan ozon. Sayangnya, sampai sekarang teknologi ini belum bisa digunakan untuk makanan olahan seperti tahu ataupun baso. Karena, karakter ozon pada makanan olahan akan bereaksi terlebih dahulu dengan olahan tersebut. Sejauh ini, bahan baku yang sudah diujicobakan adalah tomat, paprika, cabe, dan sejumlah jenis sayuran. Alat ini sudah digunakan di perkebunan Lembang dan Pangalengan. Penggunaan teknologi tersebut bisa mengurangi beban biaya produksi. Kini, alat yang digunakan memang masih sangat sederhana. Namun, dalam waktu dekat, desain alat akan diperbesar sehingga bisa digunakan untuk produksi sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang besar. Tempatnya berbentuk memanjang, seperti mesin-mesin di pabrik. Lalu tomat tersebut akan masuk dan disemprot air berozon.
Teknologi ini juga bagus
digunakan untuk pengawetan ikan dan makanan tanpa olahan. Namun untuk ikan,
pengawetan di tingkat petani akan sulit. Selama ini nelayan menggunakan
pengawetan dengan cara menggunakan es. ”Saat ke laut, es nya sudah meleleh,”
katanya. Untuk itu, sejauh ini pengawetan masih digunakan untuk sayuran dan
buah-buahan. Rumah tangga pun bisa memiliki alat tersebut. Jika membuat sendiri
maka hanya akan mengeluarkan sepertiga dari harga yang dipasarkan yaitu sebesar
Rp 20 juta per unit. Ozon berasal dari oksigen yang dimasukkan ke listrik lalu
keluar ozon (O3). Jika ozon terkena matahari akan menjadi oksigen lagi. Untuk
bisa membunuh bakteri hanya diperlukan 0,1 gram ozon. Sedangkan alat tersebut
sekali produksi bisa menghasilkan 20 liter air atau untuk 30 kg tomat.
Iktisar: a. Sampai sekarang teknologi
ini belum bisa digunakan untuk makanan olahan seperti tahu ataupun baso.
Karena, karakter ozon pada makanan olahan akan bereaksi terlebih dahulu dengan
olahan tersebut. b. Sejauh ini, bahan baku
yang sudah diujicobakan adalah tomat, paprika, cabe, dan sejumlah jenis
sayuran.
C. Asam
Mikroba
sensitif terhadap asam karena dapat menyebabkan denaturasi protein bakteri.
Asam yang dihasilkan oleh salah satu mikroba selama fermentasi biasanya akan menghambat
perkembangbiakan mikroba lainnya. Oleh karena itu fermentasi dapat digunakan
untuk mengawetkan bahan pangan dengan cara melawan bakteri proteolitik atau
bakteri pembusuk lainnya.
Asam dalam
bahan pangan dapat dihasilkan dengan menambahkan kultur pembentuk asam, atau
menambahkan langsung asam sitrat atau asam fosfat. Beberapa makanan seperti
tomat, air jeruk dan apel mengandung asam yang masing-masing mempunyai pengaruh
yang berbeda-beda sebagai bahan pengawet. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan derajat
keasaman (pH). Asam yang dikombinasikan dengan panas akan menyebabkan panas
tersebut lebih efektif terhadap mikroba. Karena pH berperan terhadap daya
hambat pertumbuhan mikroba pembusuk, maka dibagi menurut tingkat keasamannya:
- bahan pangan berasam rendah
(pH tinggi) dengan pH di atas 4,5
- bahan pangan asam
mempunyai pH 4,0-4,5
- bahan pangan berasam
tinggi (pH rendah) mempunyai pH dibawah 4,0
Mikroba
berspora umumnya tidak dapat hidup dan berkembang biak pada pH lebih rendah
dari 4,0 dan mikroba berspora seperti Clostridium
botulinum tidak dapat hidup pada pH lebih rendah dari 4,6.
Asam yang
biasa digunakan untuk pengawet antara lain:
- benzoat (dalam bentuk
asam, garam kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan yang digunakan untuk
mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg/kg) serta sari buah, saus
tomat, saus sambal, jem, jelly, manisan, agar dan makanan lain ( 1 g /
kg).
- Propionat (dalam bentuk
asam, garam kalium atau natrium propionat) yaitu bahan pengawet untuk roti
( 2 g / kg ) dan keju olahan ( 3 g / kg ).
- Nitrit dan nitrat (dalam
bentuk garam natrium atau kalium nitrit dan nitrat) yaitu bahan pengawet
untuk daging olahan seperti sosis ( 125 mg nitrit/kg atau 500 mg
nitrat/kg), corned dalam kaleng ( 50 mg nitrit/kg) atau keju (50 mg
nitrat/kg)
- Sorbat (dalam bentuk
garam kalium atau kalsium sorbat) yaitu bahan pengawet untuk margarin,
pekatan sari buah dan keju ( 1 g/kg).
- Sulfit (dalam bentuk
garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit) yaitu bahan pengawet
untuk potongan kentang goreng (500 mg/kg), udang beku (100 mg/kg) dan
pekatan sari nenas (500 mg/kg).
Pada saat
ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang dan
berbahaya bagi kesehatan misalnya boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan
untuk baso, mie basah, oisang molen, kemoer, buras, siomay, lontong, ketupat
dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan
menjadi lebih kenyal teksturnya dan memperbaiki penampilan. Akan tetapi boraks
sangat berbahaya bagi kesehatan, bersifat antiseptik, bakteriostatik,
fungistatik. Formalin juga banyak
disalahgunakan untuk mengawetkan tahu dan mie basah. Formalin sebenarnya
merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan oleh karena itu
dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/IX/88 formalin merupakan
salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP (Bahan Tambahan Pangan).
D. Gula
Rasa manis, seperti halnya
rasa asin, merupakan rasa yang sangat dikenal. Rasa manis terutama disebabkan
oleh gula, yaitu jenis dari karbohidrat dapat larut (dalam air) yang berukuran
kecil, terdapat dalam buah-buahan, tanaman dan produk alam lainnya. Gula yang
umum dijumpai adalah fruktosa (levulosa, gula buah), maltosa (gula malt), laktosa
(gula susu), glukosa (dekstrosa) dan sakarosa (sukrosa, gula meja yang biasa
kita kenal). Sakarosa terutama digunakan dalam berbagai makanan olahan. Gula
ini bisa didapatkan dari tebu ataupun dari bit.
Gula tidak hanya digunakan
dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil reaksi yang
terjadi selama pemanasan; berupa karamel dan produk Maillard. Karamel diperoleh dari
pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan tambahan ataupun air. Karamel
yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat.
Produk Maillard dihasilkan
dari pemanasan gula dan protein. Ini merupakan reaksi yang sangat kompleks,
menghasilkan berbagai cita rasa yang khas seperti flavor roti, cookies, popcorn, daging
goreng, dll.
Gula dapat mengikat air
secara efisien. Oleh karenanya penambahan gula ke dalam sebuah produk akan
memberikan efek pengawetan karena air tidak lagi tersedia untuk pertumbuhan
organisme pembusuk. Pengawetan buah-buahan ataupun produk-produk lainnya dengan
gula (seperti selai) atau madu telah dipraktekkan selama lebih dari 2000 tahun.
Gula merupakan bagian dasar
yang penting pada berbagai makanan olahan. Permen tanpa gula akan kehilangan
volumenya hingga 60%, sedangkan berbagai jenis cake akan kehilangan 15-30% volumenya
tanpa adanya gula.
Posting Komentar untuk "Pengawetan bahan pangan dengan bahan kimia"