Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

UJI INTENSITAS MUTU – SCORING pada analisa sensori


"Sang Landep"
Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendeteksi ( detection ), mengenali (recognition), membedakan ( discrimination ), membandingkan ( scalling ) dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka ( hedonik ). Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat sulit untuk dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih sulit untuk dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga sulit atau dari yang paling sederhana sampai yang komplek (rumit) (Suriawiria, U, 1995).

Uji inderawi bahan pangan, ada 3 tipe penilaian, yaitu : penilaian perbedaan sifat sensoris dan penilaian intensitas sifat sensori atau uji intensitas mutu. Penilaian mutu bersifat kompleks, disebutkan bahwa mutu dapat didefinisikan sebagai kumpulan (composite) respon semua sifat sensoris yang spesifik pada mutu bahan tersebut dinilai baik (superior) oleh pemakai bahan. Dalam pengujian intensitas sifat sensoris dikenal 3 tipe uji yaitu : Uji rengking, uji scoring, dan uji diskriptif. (Kartika, 1988)

Uji pembedaan adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar sampel yang disajikan. Uji ini digunakan untuk menganalisis apakah ada perbedaan dari formula yang satu dengan yang lain yang sama jenisnya. Pada pelaksanaannya, uji pembedaan dapat dilakukan dengan menggunakan sampel pembanding atau tidak. Pelaksanaan uji pembeda dapat dilakukan dengan cara : (1) uji pembedaan sederhana, dimana panelis hanya diminta untuk menilai ada atau tidaknya perbedaan antar sampel dan (2) uji pembedaan terarah, dimana panelis tidak hanya diminta menilai adanya perbedaan saja tetapi juga menilai arah / intensitas perbedaan yang ada. Oleh karena itu, uji pembedaan membutuhkan panelis yang terlatih agar dapat menentukan adanya perbedaan dan arah perbedaan (Apriyantono, 1989). 

Penilaian secara sensorik dilakukan oleh panelis. Masing-masing panelis menilai berdasarkan apa yang mereka rasakan atas angka-angka (skor) yang telah ditentukan terlebih dahulu. Metoda ini memungkinkan untuk menilai secara langsung sifat-sifat organoleptik, khususnya memungkinkan untuk dapat membedakan antara tekstur, rasa, bau/aroma. Untuk mengevaluasi seakurat mungkin kualitas organoleptik sampel, seharusnya para panelis terdiri dari panelis terlatih dengan jumlah yang banyak. Hal yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil yang serupa selama satu sesi pengujian, seharusnya juri yang digunakan adalah orang yang sama. Metoda analisis sensorik juga perlu menggunakan jumlah sampel yang banyak, selain itu masalah yang berkaitan dengan homogenitas sampel dan pengaruh pemasakan dapat saling menutupi, perlu diperhatikan (Efendi, 2009).

Dalam uji scoring parameter-parameter yang mencirikan produk tersebut dengan atribut/ karakteristik/ diskriptor/ teminologi. Pemilihan atribut sensoris dan batasanya dihubungkan dengan sifat kimia untuk flavour, rasa dan bau. Sementara untuk tekstur dan kenampakannya dihubungkan dengan sifat fisik. Pemahaman pada sifat reologi dan kimia produk memudahkan untuk penyusunan diskripsi dan data untuk di interpretasikan dan berguna dalam penentuan keputusan (Sudarmaji, 2005).

Keunggulan uji sensori adalah mampu mendeskripsikan sifat-sifat tertentu yang tidak dapat digantikan dengan cara pengukuran menggunakan mesin, instrumen ataupun peralatan lain. Kelemahannya, antara lain bias, kesalahan panelis, kesalahan pengetesan, subyektivitas, kelemahan-kelemahan pengendalian peubah, dan ketidaklengkapan informasi (mushma, 2008).

Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam, diantaranya bahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Dari aspek konsumen digunakan konsumen untuk memilih produk secara total, bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dinilai sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Sedangkan definisi mutu berdasarkan ISO/DIS 8402–1992, sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Anonim, 2007).

Uji scoring atau uji skor berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik, selain itu uji scoring dapat juga digunakan untuk menilai sifat hedoni atau sifat mutu hedonic. Pada uji scoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ii adalaah pemberian suatu nilai atau scor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala hedonic yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki (Sudarmadji, S.B, 1997). 

Tampilan data dalam bentuk tabel, grafik atau diagram perlu untuk meningkatkan kualitas informasi. Tahapan pengolahan data yang meliputi analisis pemusatan dan penyebaran data. Pengolahan data suatu pengujian bertujuan untuk mendapatkan nilai:

- Nilai rata-rata atau nilai tengah pengujian

- Keragaman dari nilai pengujian

- Simpangan baku dari nilai-nilai pengujian

Cara pengolahan data yang sering digunakan dalam pengujian organoleptik adalah dengan menggunakan analisis keragaman /analisis peragam ( Analisys of varian atau ANOVA) (Thaheer, H, 2005).


DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2007. food quality. http://ardiansyah.multiply.com. Diakses pada tanggal 18 November 2009.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasri, sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Efendi, 2009. Karakteristik Kualitas Daging. http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html. Diakses pada tanggal 18 November 2009.
Kartika, Bambang, et all. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. UGM Press. Yogyakarta.
Mushma. 2008. Pengetahuan Karakteristik dan Pengukuran Mutu Pangan. http://mushma.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 18 November 2009.
Sudarmadji, S.B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur analisis untuk bahan makanan dan pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 1 No. 2. Januari 2005.
Suriawiria, U. 1995. Modul Penanganan Mutu Fisis (Organoleptik). Penerbit Angkasa. Bandung.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen Mutu Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Posting Komentar untuk "UJI INTENSITAS MUTU – SCORING pada analisa sensori"