Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Protein

"Sang Landep"


Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun degnan basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak kearah katoda. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak menuju anoda. Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik (pI), muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Tiap jenis protein mempunyai titik isolistrik yang berlainan. Pengendapan paling cepat terjadi pada titik isolistrik ini, dan prinsip ini digunakan dalam proses-proses pemisahan serta pemurnian protein. (Winarno, 2002).
Protein-protein bermuatan positif yang terikat dalam kolom dapat dikeluarkan atau dielusi dengan penambahan garam NaCl atau garam lain pada larutan buffer yang digunakan untuk elusi. Ion Na+ berkompetisi dengan protein untuk berikatan dengan gugus pada kolom dan secara bertahap ion Na mengganti kedudukan protein. Protein terelusi keluar bersama eluen (larutan elusi). Protein dengan muatan ion density nett positive akan keluar lebih dahulu dan kemudian baru disusul oleh protein dengan muatan density nett negatif. (Anggordi, 1979).
Sebagian besar dari asam amino larut dalam air karena asam amino mempunyai gugusan amino dan gugusan carboxyl maka dianggap sebagai elektrolit amphoterik. Zat tersebut bereaksi sebagai asam dalam lingkungan base dan sebagai base dalam lingkungan asam. Asam amino yang berlainan mempunyai titik isoelektrik yang berlainan. (Girindra, 1990)
Protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat kedalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH isolismik, dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap. (Gaman, 1992)
Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan sebagainya. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. (Martoharsono, 1991)
      Menurut De Man M. J (1997), protein susu dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kasein dan protein whey, sedang protein kedelai merupakan protein globulin yang memiliki kelarutan nisbi tinggi dalam air atau garam encer pada pH di bawah atau diatas titik isoelektriknya. Protein kedelai terdiri dari glisinin dan konglisinin (Hadiwinoto, 1999).
 


DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta. Hal 74 – 96.
Gaman, PM dan Sherrington, KB. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.
Girindra, A. 1990. Biokimia I. PT Gramedia. Jakarta
Hadiwinoto, S. 1999. Analisis Protein. Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Jogjakarta.
Martoharsono. 1991. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan I. UNS Pres. Surakarta
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 50 – 83

Posting Komentar untuk "Protein"