Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Clostridium-botulinum

"Sang Landep"
Sejak tahun 1793 telah dilaporkan penyebab penyakit dan kematian oleh konsumsi sosis (“botulus”) dan penyakitnya disebut botulisme. Toksinnya bersifat tidak tahan panas (80oC, 10’), tetapi sangat toksik (10-8 g mengakibatkan kematian). Sifat-sifat mikrobanya adalah Gram positif, motil (flagela peritrichous), anaerobik obligat, berbentuk m) dengan spora berbentuk oval. Botulisme pada manusiambatang (2 – 10  disebabkan oleh tipe A, B, E. Pertumbuhan pada pH minimum adalah 4.7, penting untuk industri pengalengan.
Gejala dikelompokkan menjadi botulisme asal makanan (foodborne), botulisme pada bayi dan botulisme yang menimbulkan luka. Gejala botulisme pada makanan dapat muncul beberapa jam atau beberapa hari seperti lemas, fatig, vertigo, pandangan buram, kesulitan berbicara dan menelan akibat sarafnya terserang dan gagal bernapas yang dapat menimbulkan kematian. Pada botulisme tipe E, menimbulkan mual dan muntah-muntah dan mortalitas rendah.
Botulisme pada bayi, menyerang bayi kurang dari 12 bulan akibat menelan spora C. botulinum, bergerminasi, tumbuh dan memproduksi toksin sambil mengkolonisasi alat pencernaan. Madu diduga merupakan sumber spora dan tidak direkomendasikan untuk bayi kurang dari 9-12 bulan. Kasus botulisme bayi disebabkan oleh galur C. barati penghasil BoNT tipe F dan C. butyricum penghasil BoNT tipe E. Jumlah sel C. botulinum dalam tinja dapat meningkat 103 – 108/g sebelum timbul gejala klinis. Mikroflora perut bayi tidak mampu mencegah kolonisasi C. botulinum, bila telah dewasa hal ini jarang terjadi.
Spora dari semua tipe dan toksinnya toleran terhadap pembekuan. Grup I (proteolitik) dan II (non-proteolitik, sakarolitik) paling penting dalam penyimpanan makanan. Grup I mempunyai suhu pertumbuhan optimum antara 35 dan 40oC. Grup II mempunyai suhu optimum pertumbuhan 28-30oC. Pertumbuhan dan produksi toksin dilaporkan dapat berlangsung di bawah suhu penjualan makanan dingin.
Toksin dari semua tipe cepat inaktif pada suhu 75-80oC. Grup I mempunyai ketahanan panas yang tinggi. Oleh karena itu perlu diterapkan botulinum cook atau “proses 12D” untuk makanan kaleng berasam rendah. Spora-spora Grup II dikenal kurang tahan panas dibandingkan galur Grup -I.
Spora-spora dan toksin C. botulinum tahan terhadap radiasi ionisasi. Umumnya Grup I tidak dapat tumbuh bila konsentrasi garam lebih dari 10% (aw 0.9353); sedangkan Grup II tidak tumbuh bila lebih dari 5% (aw 0.9707). Semua galur tumbuh dan memproduksi toksin pada pH 5.2 di bawah kondisi optimum. Grup I tumbuh lambat pada pH serendah 4.6, dikenal sebagai titik batas pemisahan untuk makanan asam atau yang diasamkan, sedangkan pada pH di bawah 4.6 tidak mampu tumbuh. Galur Grup II tidak mampu tumbuh pada pH 5.0 atau di bawahnya.
Kiuring daging dengan penggaraman dapat mengendalikan pertumbuhan C. botulinum. Disarankan untuk mengurangi natrium nitrit yang berfungsi sebagai pembentuk flavor dan warna, serta antimikroba, karena dikhawatirkan membentuk senyawa nitrosamin. Sebagai pengganti dapat digunakan sorbat, polifosfat, antioksidan, nisin, paraben dan natrium laktat. Beberapa bakteri asam laktat yang memproduksi bakteriosin mampu menghambat C. botulinum.
Sumber kontaminasi utama C. botulinum pada makanan adalah tanah terutama sayuran (tanaman akar). Keracunan tipe A (botulisme) terjadi karena konsumsi salad kentang yang sudah dimasak, disimpan beberapa hari pada suhu kamar dengan kondisi anaerobik.

Posting Komentar untuk "Clostridium-botulinum"